Rabu, 16 Oktober 2013
Sabtu, 05 Oktober 2013
IMAN, ISLAM Dan INSAN KAMIL Part01
A... min...
Hamba Allah Sekalian
Assalamualaikum
wrwb.
Semoga
kita sekalian mendapat balasan dan Rahmat dari Yang Maha Esa dalam menyedarkan
umat Islam di dalam mengukuhkan semangat cinta kepada Nabi Muhammad Saw. dan
taat setia kepada zuriat Sibaginda.A... min...
Tulisan
ini akan membincangkan pemahaman Ilmu Syahadah akan keEsaan Allah Tuhan Semesta
Alam, mengajak kita sekalian untuk berfikir bahwa sesungguhnya segala sesuatu
adalah dari Allah Swt. bersama Allah Swt. dan untuk Allah Swt., kita sekalian
tidak berhak clem mempunyai ide apalagi mengaku menciptakan. Segala
prilaku seisi jagat raya ini dengan izin Allah Swt. jua, tiada berprilaku akan
Dia dengan kehebatan yang ada pada sekalian.
Ketahuilah
bahwa ego diri akan membawa diri kepada sombong dan ujub, sifat ini akan
menjadikan diri keji lagi tercela bakal menghapuskan segala amalan kita
sekalian. Perbincangan kita ini menuju pemahaman Zatullah, bermanfaat untuk
membawa kembali hamba-hamba Allah Swt. menuju Allah Tuhan Semesta Alam mengenal
NYA dan menjauhi perbuatan syirik.
Sadarlah…!
”awwaluddin makrifatullah”, itu
pemahaman akan asal-muasal kita, sekalipun kita bertitel tinggi,
menjabati jabatan yang tinggi serta harta yang berlimpah selagi belum memahami
Rasulullah Saw. serta ilmu darinya.. bukan tergolong Ahlil Baitnya.
Allah
Tuhan Semesta Alam menghidayahkan satu malam yang lebih berkah dari seribu
bulan, kepada hamba-hamba yang dikehendakiNYA, yaitu Lailatul Qadar.
Adakah malam yang lebih baik dari seribu bulan? dan adakah hamba Allah yang
lebih tinggi maqomnya dari martabat Rasul Allah? serta adakah pula ilmu yang
lebih tinggi dari Ilmu Syahadah?, janganlah kita sekalian terjerumus dalam
prilaku syeitan, yaitu menganggap diri hebat. Sekecil apapun itu maka kita
sekalian tergolong dalam ria’, padi yang berisi akan semakin tunduk, bukan
tegak seperti ilalang.
MENGENAL TUHAN MELALUI LAILATUL QADAR
Apa itu Lailatul Qadar…?, Mari kita bincangkan,
Lailatul Qadar itu, artinya :
Menurut bahasa perkataan Laila bermaksud malam, perkataan Qadar bermaksud mubarakatin (keberkahan) atau saat yang diperingati. Jika kedua dua perkataan itu digabungkan, akan membawa maksud Lailatul Qadar yaitu malam keberkahan atau malam yang diperingati.
Ia
juga membawa maksud, daripada suasana gelap gulita, hitam, kotor dan jahil.
Fasiq hatinya dari ilmu makrifatullah, bertukar kepada suasana yang gemilang
sinar cahaya keberkahan yang amat terang benderang hatinya setelah mendapat
ilmu mengenal Allah. Sifat jahil bertukar kepada sifat mengenal dirinya dan
bertukar kepada mengenal Allah. Dari asalnya bersifat fasik (tidak mengenal
Allah), kini bertukar dan berubah kepada seorang yang bersifat alim (mengenal
Allah). Inilah pengartian malam Lailalatul Qadar yang sebenar-benarnya.
Kebanyakkan
dari kita memahami malam Lailatul Qadar itu, hanya tentang keajaiban-keajaiban pada
bulan Ramadan. Seumpama air kering akan menjadi penuh (melimpah) pokok kayu akan
jadi tunduk (rebah) menyembah bumi dan sebagainya.
Sedangkan
intisari daripada maksud lailatul qadar itu, sebenarnya adalah bermaksud ;
“Dari Sifat Seorang Yang Buta Matahatinya Bertukar Kepada Cerah Mata Hatinya Karena Memandang dan Mengenal Allah Swt."
“Dari Sifat Seorang Yang Buta Matahatinya Bertukar Kepada Cerah Mata Hatinya Karena Memandang dan Mengenal Allah Swt."
Menurut
Imam Asy Syarani,
arti
dan makna lailatul qadar itu “suasana hati”.
“Apabila
kita sekalian ingin hatinya hidup, yaitu hidup yang tidak ada matinya
sesudahnya lagi, maka keluarlah kita sekalian dari menyandarkan harapan kepada
makhluk, matikan hawamu dan iradatmu.
Di
waktu itulah kita sekalian akan diberi oleh Allah hidup yang sejati, hidup yang
tak ada mati sesudahnya, kaya yang tak ada miskin sesudahnya, pemberian yang
tak ada henti-hentinya.
Lalu
diangkat nilai kita sekalian dalam hati hamba-hambaNya sehingga kita sekalian
tidak akan sesat untuk selama lamanya”.
Apakah
arti hidup yang tiada mati sesudahnya ?
Haqiqatnya
adalah menuju kepada ilmu mengenal Allah (”awwaluddin makrifatullah”), yaitu
awal Agama itu mengenal Allah.
Sesudah
kita sempurna sampai kepada tahap ilmu mengenal Allah (mendapat lailatul
qadar), ilmu itu akan hidup di dalam hati kita selama lamanya, yang tidak akan
ada kesudahannya dan tidak akan pernah padam dan terhapus selama-lamanya. Wajah
Allah inilah yang akan kita bawa, sampai hari kiamat dan hari menghadap Allah
swt. Apabila kita telah berjumpa dengan ilmu mengenal Allah, ingatan hati kita
kepada Allah tidak akan pernah terluput walaupun sesaat, walaupun ketika jasad
sedang tidur.
Iktikad
atau pegangan hati kita, akan berubah sepenuhnya, daripada bersifat gelap
kepada terang, daripada bersifat mati bertukar kepada hati yang senantiasa
hidup. Yang tetap hidup dan tiada mati itu, adalah ingatan kita kepada Allah,
akan tetap hidup dihati kita, yang tidak akan ada matinya, bukan bermakna tidak
mati jasad, tetapi tidak mati ingatan kita kepada Allah. Bagi yang mendapat
lailatul qadar, ia juga tidak akan sesat selamanya.
Apabila
ingatan kita kepada Allah tidak pernah mati dan tidak pernah padam, disitulah
segala kebesaran Allah akan dapat kita miliki dan menjiwainya dengan penuh
pengartian, pengartian itu nantinya akan terzohir keluar sehingga melimpah
ruah, rasanya seumpama kita ini kaya yang kekayaan itu tidak akan menemui jalan
kemiskinan, kelezatan zhauq yang tidak pernah menemui jalan luntur yaitu kaya
dengan sifat sabar, taat, patuh, tawakkal dan taqwa. Pemberian kekayaan
seumpama itu akan seterusnya dan berkepanjangan hidupnya di dalam hati, selagi
akal bersifat waras terhadap Allah.
Intisari ialah, :
Dari bersifat mati
ingatan bertukar kepada bersifat ingatan kepada Allah senantiasa hidup, Mati hawa nafsu, Mati
kehendak dan mati keinginan selain Allah. Mati harapan kepada makhluk, bertukar
harapan kepada Allah, menuju bersifat
sayang kepada Allah.
Menurut
Ar Rumi, lailatul qadar itu bagi :
“Diri
yang telah terjual, Allah telah membeli jiwa kita, untuk Dia Bayarannya adalah
syurga.
Sebab
itu tidak seorang pun yang dapat membelinya dan menawarnya sampai akhir zaman.
Bagi yang mendapat lailatul
qadar, diumpamakan dirinya telah terjual dan telah tergadai kepada Allah.
Setelah kita serahkan dan mengembalikan diri kita kepada Allah Swt. Inilah kedudukan iktikad atau pegangan hati orang
makrifatullah, yang tidak ada duanya berbanding Allah. Sekali kita berserah
diri kepada Allah jangan hendaknya berputar balik. Pupuklah hati supaya buah
tawakkal dan buah berserah boleh bertambah dengan subur.
Bagi
yang mengenal Allah (yang mendapat anugerah lailatul qadar) mereka tidak akan
berpaling lagi dari Allah Swt. Walaupun didatangi musibah, penyakit, kemiskinan,
dan kepayahan hidup, mereka tidak akan berpaling dari berserah diri dan
bertawakkal kepada Allah. Tidak ada lagi arti kecewa dan arti penyesalan dihati
mereka. Hatinya kepada Allah tetap utuh dan tidak mudah
tergoda dengan kekayaan dan kemewahan. Segala sifat, asma dan zat yang
mendatang di atas diri kita ini, dianggap telah terjual dan bukan lagi menjadi
milik kita. Semua sifat yang mendatang, telah dianggap seumpama anugerah dari
Allah Swt. kepada kita, kita ini tidak ubah seperti bayangan kita sendiri yang cuma
mengikuti kemana diri bergerak.
Oleh
sebab itu terimalah segalanya dengan ucapan Alhamdulillah (rasa syukur).
Kita
sebenarnya telah mati dan telah menjual sifat perangai, sifat jasad, sifat nama
dan sifat zat kita kepada Allah. Hilangkan sifat ego, sifat marah, tinggi diri,
dengki, hasat-hasut, tamak harta dunia, putus asa dan sebagainya. Kita serahkan segala
galanya ke atas kebijaksanaan Allah Swt., Allahlah yang menentukan dan mengatur
kehidupan kita.
Firman
Allah SWT. :
“Pada
malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan.”(Al qadar :4)
Roh
kita telah ditugaskan bagi membawa perintah Allah, menjadikan perangai
yang dijalankan dengan baik dan sempurna oleh anggota tubuh (panca indera). Nama yang di panggil itu
pada haqiqtnya anggota dan zat roh itu sendiri, supaya dapat dikembalikan pada
haqnya (sifat zat Allah).
Berakatnya
sejarah diri (roh) disaat kita mengenal roh dan mengenal Allah.
Malam
lailatul qadar itu, lebih dikenali bagi malam seribu bulan (1000 bulan).
dimaksud
: Terang benderang (dalam keadaan sadar yang sempurna).
Seumpama
malam yang gelap gelita berubah terang-benderang, telah diterangi (dihidupkan)
dan ditemani oleh seribu buah bulan, begitu terangnya bumi ini, diterangi dan
dihidupkan oleh seribu buah bulan.
Haqiqatnya, :
Haqiqatnya, :
begitu
terangnya hati mereka yang mendapat cahaya lailatul qadar dengan hanya membaca
sepotong ayat dari ayat-ayat Allah.
Barokahnya,
:
Seumpama
hati kita telah diterangi dan dihidupkan oleh seribu bulan itu seperti nilai
kematangan akal yang berumur seribu tahun (dengan kelebihan dan kedewasaan),
seperti tiba-tiba menjadikan akal yang jahil dalam sekelip mata kepada akal
yang beriman kepada Allah.
Begitulah
nilai terangnya hati mereka yang mendapat anugerah lailatul qadar, dari
bersifat lalai bertukar kepada yang bersifat ingat kepada Allah, dari hati yang
memahami syariat, akan bertukar kepada hati yang memahami syariat beserta makrifatullahnya, bagi mereka
yang mengenal Allah (mendapat anugerah lailatul qadar), alam ini sekalipun
tidak diterangi bulan dan digelapkan sekalipun, hati mereka sudah cukup terang
oleh cahaya makrifatullah kepada Allah.
Al Kisah
Bagaimana
Saidina Umar Al Khatab memeluk Islam
Pada
zaman Rasulullah, ada seorang hamba Allah, yang terkenal dengan ganas dan
bengisnya, beliau ingin membunuh Sibaginda Rasulullah yang sudah mengubah
pemahaman agama keturunan mereka yang dianutnya menjadi Islam, didapatinya pula adik
perempuan kandungnya sendiri dan suaminya telah memeluk islam secara diam-diam,
bertambah marah dan lebih membakar hatinya untuk membunuh Sibaginda Rasulullah.
Beliau lalu mendatangi rumah adiknya dengan tujuan mencari Sibaginda
Rasulullah, sesampai ke rumah adik perempuannya didapati adik dan suaminya
sedang membaca sesuatu, beliau coba merampasnya dengan tujuan ingin membuang
potongan bacaan itu, tetapi dihalang oleh adiknya, sehingga beliau terpaksa
bersikap kasar dengan menampar pipi adiknya sehingga terjatuh, terjatuh adiknya
tadi, tercecerlah potongan ayat dari gengaman adik perempuannya lalu dirampas dan
dibacanya. Setelah membaca, beliau pun menangis bergenang air
mata bercucuran jatuh membasahi pipinya, seperti tiba tiba didatangi suasana
yang luar bisa, dari bengis bertukar baik, dari panas bertukar sejuk dan dari
jahil bertukar alim. Dalam masa sesaat, suasananya telah berubah dan mengubah hatinya
yang gelap itu, seumpama diterangi oleh seribu bulan, dengan hanya sepotong
ayat saja, telah membuka pintu hatinya seperti mendadak dari hatinya bersifat
panas, kini kembali bertukar menjadi sejuk.
Ayat
itu
telah meresap ke dalam lubuk dada yang membentuk hatinya berubah
seperti
tiba-tiba. Lalu beliau bertanya “di mana Muhammad sekarang? Bawa aku
kepadanya!
dan semua sahabat Rasululluh penuh ketakutan, sesampainya dihadapan
Muhammad yg tadinya sekalian sahabat Rasullulah takut
akan kebengisan Umar bin Al khattab, suasananyapun berubah dengan
mengubah
hatinya Umar bin Al khattab yang gelap itu, dari hatinya bersifat
panas, kini bertukar menjadi sejuk.
Kalimat yg terucap dimulut Umar bin Al khattab dihadapan Rasullulah
“Bimbing Aku dalam keIslaman ya Muhammad dan masukan Aku dalam ajaran
agamaMu” lalu memeluk Rasullulah.
Itulah
kisah
Umar bin Al khattab (Panglima Islam yang tersohor) Saidina Umar merasa
hatinya telah di pukul oleh ayat berkenaan. Inilah hakikat lailatul
qadar yang membawa
perubahan yang mendadak, kenikmatan dan keberkahan seperti tiba-tiba.
inilah sebagai gambaran dan menunjukkan maksud lailatu qadar yang
sebenar-benarnya (pada
Haqnya).
Dengan
hanya sekelip mata, beliau sudah dapat merasai dan menikmati keberkahan lailatul
qadar, sudah dapat mengubah sifat kerohaniannya. Inilah yang dikatakan hari
lailatul qadar, yaitu hari yang di peringati, hari
yang indah dan saat-saat yang paling bersejarah juga yang paling diingat dalam
kehidupan seseorang insan menuju Allah swt.
Langganan:
Postingan (Atom)